Jumat, 04 Mei 2012

Kelakuan Anggota DPR


Nama : Ayu Putri Yulianty
Kelas  : 2Ib02
NPM  : 19410009

Rakyat Menuntut Keadilan Atas Studi Banding Anggota DPR

Indonesia, adalah negara yang besar, negara yang kaya akan kekayaan alam. Bangsa ini bisa menjadi seperti saat ini karena perjuangan para pahlawan kita untuk kemerdekaan bangsa ini dari semua penjajah yang terjadi di tanah air. Telah banyak yang dikorbankan untuk kemerdekaan bangsa ini.
Tetapi, saat ini bangsa Indonesia mengalami keterpurukan. Pemerintah tidak lagi memperdulikan keadaan rakyat saat ini. Mereka lebih mementingkan kapitalisme. Mereka telah menyengsarakan hajat hidup rakyat bangsa ini. Banyak permasalahan yang terjadi di negara ini, tetapi pemerintah tidak lagi peduli dan hanya tutup mata saja.
Adapun permasalahan yang sedang jadi topik paling hangat akhir-akhir ini adalah mengenai dana studi banding anggota DPR yang mencapai 1,5 Milyar. Angka yang sebanding dengan Jamkesmas 25.000 orang miskin. Bayangkan bila anggota dewan membatalkan perjalanannya dan anggarannya dialihkan untuk rakyat miskin!
Perjalanan ini dinilai hanya menghambur-hamburkan uang negara yang didapat melalui pajak yang dibayarkan rakyat. Wajar jika rakyat menginginkan mereka bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Tapi jangankan bekerja, studi banding yang telah menghabiskan keuangan negara hingga angka milyaran rupiah itu sama sekali tidak memberikan hasil yang positif untuk rakyat, bahkan terkesan nihil dimata rakyat! Tidak ada hasil sama sekali atas studi banding itu.
Karena kecaman dari rakyat yang terus-menerus itu, akhirnya anggota DPR komisi 8 yang menjalani studi banding angkat bicara mengenai masalah ini dengan mengadakan suatu pertemuan dengan beberapa pelajar yang tergabung dalam PPI. Tapi setelah pertemuan itu, bukanlah penjelasan yang konkrit yang diberikan, justru pembicaraan dibawa kearah yang berputar-putar dari topik intinya.

Bahkan anggota dewan sempat ditertawakan karena suatu kesalahan. Karena itu, wajarlah jika rakyat menuntut keadilan kepada pemerintah dan seluruh anggota dewan. Menuntut hak yang seharusnya didapat setelah membayar pajak untuk pemerintah yang ‘katanya’ untuk Indonesia yang lebih baik.
Seperti contohnya studi banding Anggota Dpr ke Jerman yang ditolak oleh para mahasiswa indonesia di jerman . Kunjungan rombongan Komisi I DPR ke Jerman mendapat protes dari Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman dan Nahdlatul Ulama Cabang Jerman. Mereka menilai studi banding itu tidak efektif dan memboroskan anggaran negara karena anggota DPR mengikutsertakan keluarga dalam rombongan.

Menanggapi hal itu, Ketua DPR Marzuki Alie menerima protes PPI dan NU Cabang Jerman tersebut. “Di era demokrasi ini, sah-sah saja menolak atau menerima suatu hal,” kata dia di Jakarta, Kamis 26 April 2012. Ia sendiri mempersoalkan kunjungan ke Jerman itu yang laporannya belum juga dipublikasikan.

“Saya prihatin dengan kinerja kesekjenan yang tidak meng-upload kunjungan tersebut kewebsite DPR sehingga dianggap tidak transparan,” ujar Marzuki. Ia menegaskan, instruksi pimpinan DPR kepada anggotanya sudah sangat jelas.

“Siapapun yang ke luar negeri dalam rangka kunjungan kerja, proposalnya sudah harus disosialisasikan ke media, minimal melakui website DPR,” ucap politisi Demokrat itu. Tiadanya sosialisasi itulah, menurutnya, yang memicu kesalahpahaman PPI Jerman atas studi banding anggota dewan.


Rombongan anggota DPR tertangkap kamera sedang berbelanja oleh mahasiswa Indonsia


Anggota Komisi I DPR, Hayono Isman turun dari mobil hendak berbelanja di Berlin


Anggota Komisi I DPR, terlihat berbelanja di salah satu butik di tengah kota Berlin


Sedangkan betapa sedihnya melihat sekian banyak warga indosenia yang membutuhkan belaian perhatian dari pemerintah untuk mewujudkan cita-cita mereka. Bagaimana mereka mau mewujudkan cita-cita mereka, tempat untuk mencari ilmu saja sangat memperhatinkan. Mengenaskan. Begitulah dunia pendidikan kita. Bukan cuma kualitas pendidikan yang mengenaskan, tapi juga infrastruktur bangunan. Sudah ratusan sekolah roboh di negeri ini.
Terakhir dua hari silam, sebuah sekolah dasar roboh. Bukan di pinggiran kota, bukan pula di pelosok, tapi di Bandung. Sekali lagi Bandung, sebuah kota metropolitan yang sarat dengan orang-orang pintar. Robohnya sekolah yang melukai puluhan siswa dan guru itu juga bukan yang pertama di ibu kota Jawa Barat itu. Pada Maret ini saja tercatat ada empat sekolah roboh. Entah ada berapa belas atau berapa puluh sekolah lagi yang terancam ambruk. Sekolah roboh juga bukan monopoli Bandung. Hampir di seluruh wilayah di Indonesia, sekolah roboh selalu terjadi. Di Pandeglang, Tangerang, Jakarta, Semarang, Medan, Bekasi, semua ada sekolah yang ambruk. Tak terhitung berapa murid yang terluka, baik ringan maupun berat. Dan, jangan salah, tidak semua sekolah yang ambruk itu bangunan lama. Ada satu sekolah yang baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono enam bulan sebelumnya ambruk. Peristiwa terakhir di Bandung itu adalah sekolah yang baru selesai dibangun Desember lalu, jadi praktis baru tiga bulan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa kepedulian pemerintah, entah itu pemerintah pusat maupun daerah, masih rendah terhadap dunia pendidikan. Jangankan terhadap materi pelajaran, terhadap nyawa anak sekolah pun abai. Robohnya sekolah, apalagi jika itu bangunan baru, bisa dipastikan menunjukkan ketidakberesan dalam infrastruktur bangunan. Bangunan didirikan asal-asalan, tidak memedulikan keselamatan orang lain dan masa depan anak didik.







Daftar Pustaka :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar